Nggak tahu kapan pertama kali brongkos dimasak dan
ditemukan. Kata “brongkos” disebut-sebut berasal dari bahasa Inggris dan
Prancis, yaitu Brown Horst yang berarti daging cokelat. Karena pengucapannya
cukup sulit untuk lidah orang Jawa, masyarakat lalu menyebutnya dengan
brongkos.
Belum ada
pula sejarah yang menceritakan secara runtut bagaimana brongkos bisa hadir di
Yogyakarta. Tapi yang jelas, masakan ini sudah menjadi menu sarapan orang-orang
Jawa jaman dulu.
Sekilas,
masakan ini memang mirip dengan rawon. Namun, ketika Anda memperhatikan dengan
seksama, perbedaan keduanya cukup ketara. Walaupun kuahnya sama-sama cokelat,
kuah brongkos akan nampak lebih kental dan rasanya pun lebih gurih. Ini karena
brongkos menggunakan santan pada kuahnya, sedangkan rawon tidak.
Salah Satu
Makanan Kesukaan Sultan
Di Jogja
sendiri cukup jarang rumah makan yang menjual menu brongkos. Mungkin karena
dulunya, brongkos disajikan untuk kaum ningrat saja. Mengapa? Bahan baku
brongkos yang menggunakan daging sapi membuat hanya kaum darah biru saja yang
mampu menikmatinya.
Namun
seiring perkembangan jaman, ada beberapa tempat makan ataupun warung yang
menyediakan nasi brongkos sebagai menu yang bisa dinikmati khalayak umum. Perlu
dicatat, brongkos konon merupakan salah satu menu favorit Sultan Hamengkubuwono
X.
Brongkos
biasanya berisi kulit melinjo, kacang tolo, dan potongan daging sapi/lemak
sapi. Bagi Anda yang kebetulan tidak terlalu menyukai daging/lemak sapi,
beberapa warung ataupun rumah makan akan menyediakan penggantinya seperti
dengan tahu atau telur ayam rebus. Jika Anda kebetulan memiliki asam urat, ada
baiknya untuk memesan tanpa menggunakan kulit melinjo agar tak kambuh.
0 comments:
Post a Comment